Ramanews|Metro – Akhir 2019, dunia dikejutkan dengan munculnya sebuah virus baru yang berasal dari Wuhan, Tiongkok. Virus ini, yang kemudian dikenal dengan COVID-19, dengan cepat menyebar ke berbagai belahan dunia. Pada Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global. Dalam waktu singkat, virus menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia, yang melaporkan kasus pertamanya pada 2 Maret 2020. Penyebarannya yang cepat memaksa banyak negara memberlakukan pembatasan pergerakan, menutup perbatasan, hingga mengunci wilayah (lockdown) dalam upaya mengurangi penyebaran virus.
Namun, dampak pandemi tidak terbatas pada sektor kesehatan. Pandemi ini juga menghantam ekonomi global, termasuk Indonesia, dan memengaruhi hampir semua sektor, termasuk infrastruktur. Sejumlah besar anggaran negara harus dialihkan untuk penanganan COVID-19, memaksa pemerintah untuk mengatur ulang prioritas pembangunan, termasuk proyek infrastruktur jalan yang vital bagi pertumbuhan ekonomi.
Sejak 2020 hingga sekitar akhir 2022, pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia mengalami berbagai kendala akibat pandemi. Sebagian besar proyek infrastruktur jalan yang telah direncanakan, termasuk proyek-proyek strategis nasional, harus mengalami penundaan atau perubahan jadwal.
***
Jumat, 26 Februari 2021. Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, resmi melantik dan mengambil sumpah jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Provinsi Lampung hasil Pilkada 2020. Saat itu, Arinal bilang kalau dia sampai meminta secara khusus kepada Mendagri agar pelantikan tidak dilakukan secara virtual. Pelantikan pun dilakukan dengan sangat terbatas karena pandemi COVID-19.
Ada tujuh pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang saat itu dilantik. Salah satunya Wahdi Siradjuddin-Qomaru Zaman atau yang dikenal dengan Waru. Usai dilantik, sama seperti kepala daerah lainnya, Wahdi mengatakan akan fokus pada penanganan COVID-19 seperti arahan pemerintah pusat.
Tidak ada yang bisa menolak takdir. Waru memimpin Metro di tengah pandemi COVID-19. Semua rencana pembangunan, program kerja, dan kegiatan yang sudah dirancang harus mengalami penyesuaian. Saat itu istilahnya refocusing. Anggaran yang sudah diplot, harus berubah peruntukannya.
Sekda Kota Metro, Bangkit Haryo Utomo, yang dilantik 7 Juni 2021, membenarkan hal itu. “Saat itu, semua sudah diarahkan pemerintah pusat. Kita hanya menjalankan,” kata Bangkit saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin, 16/9/2024.
Bangkit menjelaskan, dari struktur APBD Kota Metro, tergambar bahwa Kota Metro masih bergantung dengan pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Kebijakan penangangan COVID-19 yang diambil oleh pemerintah pusat, salah satunya pengurangan transfer pendapatan pemerintah pusat ke daerah. Tentu saja hal ini memberikan dampak langsung pada pembiayaan kegiatan yang sebelumnya sudah direncanakan dalam APBD Kota Metro. Pada 2020, terdapat pengurangan dana perimbangan sebesar Rp70,6 miliar dan pada 2021 sebesar Rp14,1 miliar. Pengurangan pagu tersebut terjadi setelah APBD ditetapkan, sehingga mengharuskan Pemkot Metro mengurangi belanja, terutama belanja infrastruktur dan pembangunan.
Pengurangan pendapatan transfer mengharuskan pemerintah daerah untuk menata kembali beberapa prioritas pembangunan. Apalagi, imbuh Bangkit, beberapa kebijakan pusat jelas mengarahkan pemerintah daerah untuk menyediakan pendanaan kegiatan pencegahan dan penanganan COVID-19 dan kebijakan tersebut menjadi wajib atau prasyarat penyaluran dana transfer.
Kebijakan tersebut dituangkan dalam beberapa aturan seperti PMK Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Insentif Daerah Tahun 2020 dalam rangka penanggulanan COVID-19 dan PMK Nomor 35/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 rangka penanganan COVID-19. Untuk menindaklanjuti aturan tersebut, Pemerintah Kota Metro mengambil kebijakan untuk melakukan rasionalisasi APBD, pembatasan pembayaran belanja, dan pengendalian pelaksanaan kegiatan.
Akibatnya, ada beberapa kegiatan infrastruktur yang sudah dianggarkan tapi tidak bisa dilaksanakan. Sebut saja pembangunan kantor PKK, pembangunan gedung eks pengadilan, rehabilitasi beberapa kantor pemerintahan seperti kantor Dinas Perhubungan, Lapangan Samber, dan hibah kantor instansi vertikal. Juga beberapa ruas jalan yang sudah dianggarkan tetapi tidak dilaksanakan dengan total nilai sebesar Rp14,8 miliar.
Berikut ini persentase pengurangan belanja modal infrastruktur khususnya belanja modal gedung, jalan, dan drainase di tahun 2020 dan 2021:
Uraian Belanja
APBD 2020
Pergeseran APBD 2020
Persentase
Belanja Modal Gedung
59.455.318.589
45.742.628.425
-23,06%
Belanja Modal Konstruksi Jalan
47.975.091.300
16.236.127.715
-66,16%
Belanja Drainase
17.428.605.300
14.493.953.506
-16,84%
Uraian Belanja
APBD 2021
Pergeseran APBD 2021
Persentase
Belanja Modal Gedung
41.209.553.284
30.489.105.284
-26,01%
Belanja Modal Konstruksi Jalan
50.362.650.689
49.800.146.333
-1,12%
Belanja Drainase
23.865.435.285
26.056.674.281
9,18%
Proyek-proyek pembangunan gedung, konstruksi jalan, dan drainase begitu terdampak di awal masa pandemi COVID-19 karena pergeseran APBD.
“Pasca-pandemi, Pemkot Metro pun mengambil langkah-langkah untuk memulihkan pembangunan, khususnya infrastruktur. Seperti menata kembali prioritas pembangunan yang memiliki dampak secara langsung terhadap perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di pembangunan jalan, irigasi, jembatan dan fasilitas kesehatan yang langsung terkait dengan kebutuhan riil masyarakat,” jelas Bangkit.
Selain itu, optimalisasi anggaran untuk kegiatan prioritas dan mencari sumber-sumber pembiayaan lain, misalnya CSR atau kegiatan pemberdayaan masyarakat.
“Proses pengadaan barang dan jasa untuk kegiatan prioritas tersebut dilaksanakan dengan lebih transparan dan efisien seperti misalnya dengan menggunakan metode pengadaan E-Katalog, E-Procurement, dan lainnya sebagainya,” imbuh Bangkit.
Selain itu, Pemkot Metro juga berupaya meningkatkan kualitas SDM dan memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan prioritas tersebut untuk mencegah terjadinya penyimpangan. “Penguatan pengawasan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah, tetapi juga menggandeng instansi vertikal dan masyarakat,” kata Bangkit. (*)[Bid]