Ramanews|Dalam era demokrasi yang terus berkembang, pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi momen penting bagi masyarakat untuk menentukan arah pembangunan. Namun, di balik semaraknya kampanye, ada satu aspek yang sering kali terabaikan: etika calon kepala daerah dan aparatur sipil negara (ASN). Keduanya memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga netralitas dan integritas dalam proses demokrasi ini.
Mari kita lihat di Lampung. Sama seperti semua daerah di Indonesia, kabupaten dan kota di Bumi Ruwa Jurai menggelar hajat demokrasi Pilkada pada 27 November 2024. Netralitas ASN kembali muncul jadi sorotan. Di Lampung Tengah video seorang camat yang mengarahkan warga memilih pasangan calon tertentu viral di media sosial.
Di Bandar Lampung, sejak pilkada sebelumnya, perangkat lurah hingga RT begitu loyal menjadi garda terdepan pasangan calon tertentu. Mungkin mereka merasa kinerja kepala daerahnya baik maka perlu dijaga. Namun, tetap saja secara aturan hal itu tidak boleh.
Di Kota Metro, di Pilkada 2024 ini, lebih unik. Ada ASN yang terang-terangan menjadi tim sukses pasangan calon. Memang benar sih lebih tepatnya pasangan bakal calon karena belum dietapkan. Tapi tetap saja hal itu tak patut secara aturan dan etika. Apa yang unik dari kasus Kota Metro? Si ASN berdiri bersama calon yang bukan petahana, videonya disebar di akun media sosial pasangan calon bersama barisan tim sukses lainnya.
Kalau mau dirunut, tentu lebih banyak. Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, pada Rabu kemarin, 18/9/2024, menyebut sedikitnya sudah ada 400 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN hingga tahap pendaftaran pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ini tentu fenomena gunung es.
ASN, sebagai ujung tombak pelayanan publik, harus berdiri tegak seperti tiang bendera yang tidak pernah condong ke kanan atau kiri. Netralitas ASN sangat penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Jika ASN terlibat dalam politik praktis, maka legitimasi dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan bisa terguncang.
Kita bisa membayangkan sebuah kapal yang berlayar di lautan. Jika nakhoda dan awak kapal terlibat dalam perselisihan politik, kapal tersebut berisiko terjebak dalam badai. Begitu pula dengan ASN; jika mereka tidak netral, maka stabilitas pemerintahan bisa terganggu, dan pelayanan kepada masyarakat menjadi tidak optimal.
Bagi calon kepala daerah yang didukung oleh ASN, seharusnya mereka bersikap bijak dan arif. Mereka harus menyadari bahwa dukungan ASN yang terbuka dapat menciptakan persepsi negatif di mata masyarakat. Calon tersebut sebaiknya menegaskan komitmennya terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan menekankan pentingnya netralitas ASN. Dengan demikian, mereka dapat menunjukkan kepada publik bahwa mereka mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan politik pribadi.
Seorang calon kepala daerah yang baik bagaikan seorang pemimpin orkestra. Ia harus mampu mengatur setiap alat musik agar menghasilkan melodi yang harmonis, tanpa membiarkan satu instrumen mendominasi yang lainnya. Dalam konteks ini, calon tersebut harus mampu menjaga keseimbangan antara dukungan yang diperoleh dan tanggung jawab untuk menjaga keadilan serta netralitas dalam pemerintahan. (*)
Penulis: Abid Bisara