Gagal Negoisasi Ganti Rugi Pohon Kopi, PT Natarang Mining Bikin Warga Was-was

Ramanews|Tanggamus – Warga pemilik lahan di sekitar lokasi penambangan emas yang dilakukan oleh PT Natarang Mining, di wilayah perbatasan antara Kabupaten Tanggamus dengan Kabupaten Lampung Barat merasa keberatan dengan nilai ganti rugi atas tanaman kopi yang ditawarkan pihak pertambangan.

Pasalnya, berdasarkan hasil musyawarah sebelumnya, pihak perusahaan penambang memberikan penawaran kepada masyarakat yang terkena imbas aktivitas alat berat berupa satu pohon kopi yang sudah dirawat dengan stek, bakal diganti dengan harga senilai Rp100 ribu, sedangkan pohon kopi yang belum distek dihargai sebesar Rp75 ribu.

Di lain sisi, sejumlah warga pemilik lahan pengeboran itu merasa keberatan. Sebab, untuk menanam kopi mulai dari penanaman bibit sampai dengan proses stek dibutuhkan waktu yang cukup lama.

“Di sini kami merasa dirugikan. Bagaimana tidak, bisa dihitung kok. Saya rasa, permintaan kami tidak besar. Kami minta pohon kopi yang sudah stek dihargai Rp150 ribu, sedangkan yang belum distek Rp100 ribu. Itu saja. Karena memang butuh waktu lama untuk proses menumbuhkan tanaman itu,” cetus salah seorang warga Dusun Muaradua, Tianto.

“Kalau hanya dihargai Rp100 ribu, sedangkan harga kopi sekarang ada peningkatan, per kilo sudah mencapai Rp28 ribu dengan kualitas super, sedangkan satu pohon kopi yang produktif bisa menghasilkan 3 sampai 4 kilogram kopi biji. Maka hitungannya, ya kami rugi lah,” tambahnya.

Kendati demikian, Tianto mewakili warga setempat berharap pihak perusahaan dapat berlaku bijaksana, guna menemukan win-win solution, bukan malah membuat warga di sekitar lokasi penambangan merugi.

“Kami tidak menghalangi pihak perusahaan untuk menambang di sini. Tapi, pikirkan kami juga dong, yang sudah puluhan tahun tinggal di sini. Jangan semaunya sendiri cari keuntungan,” celetuk Tianto.

“Selain itu, kami juga minta apabila perusahan emas tersebut akan beroperasi di lingkungan kami, maka kami minta agar masyarakat yang ada di sini diprioritaskan dan dilibatkan untuk ikut kerja. Karena kan itu lahan kami sudah digunakan juga sama pihak perusahaan dalam giat eksplorasi hasil bumi itu,” timpalnya.

Sayangnya, di tengah diskusi yang belum menemukan titik terang itu, pihak humas perusahaan yang bernama Sutar, justru mengatakan bakal menyerahkan negoisasi ke pihak manajemen perusahaan dan ada kemungkinan perusahaan bakal melibatkan pihak ke tiga untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Hal itu sontak membuat warga sekitar malah merasa seolah terancam dan ditakut-takuti oleh pihak pertambangan.

Dari pantauan di lokasi tambang, diketahui giat perusahaan emas itu sebelumnya telah melalui proses pengeboran di empat titik bor di atas lahan perkebunan warga, hal itu dilakukan untuk menguji dan mengetahui kadar emas yang terkandung di dalam tanah di area tersebut. Aktivitas pengeboran itu dilaksanakan oleh PT PMC.

Akan tetapi, beberapa bulan setelah pengujian itu, aktivitas penambangan sempat tersendat dan baru akan dimulai kembali oleh PT Natarang Mining. Musyawarah bersama warga dan pamong setempat dilakukan guna menemukan titik temu antara kepentingan perusahaan asal Bandarnegerisemuong itu dengan masyarakat setempat. Namun, bukan solusi terbaik yang ditawarkan, justru warga merasa dirugikan. Hingga kini, kekhawatiran atas keterlibatan pihak ke tiga dari perusahaan itu malah seakan menjadi momok masyarakat.(*)[Eko Purwanto]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *