Pemerintah Australia Didesak Membuat Karantina Khusus Mahasiswa Asing

Jakarta –

Asosiasi Pendidikan Internasional mendesak Pemerintah Australia untuk membuat program karantina khusus bagi mahasiswa asing agar mereka bisa kembali melanjutkan kuliah.

  • Jumlah mahasiswa internasional di Australia anjlok dari 580.000 menjadi 374.000
  • Larangan kedatangan internasional telah diperpanjang tiga bulan hingga 17 Juni
  • Asosiasi Pendidikan Internasional menyebut anjloknya jumlah mahasiswa asing merugikan perekonomian sebesar AU$9 miliar

Menurut Phil Honeywood, ketua asosiasi ini, pihaknya siap menanggung biaya yang diperlukan untuk mewujudkan hal itu.

“Tidak ada alasan mengapa kita tidak menyewa pesawat untuk membawa para mahasiswa ke sini, memasukkan mereka di fasilitas karantina yang terpisah dari karantina hotel untuk warga Australia yang kembali,” jelas Phil kepada ABC

“Industri ini siap untuk membayar petugas perbatasan dan polisi yang diperlukan untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik, melalui satu pintu masuk dan keluar,” katanya.

Data terbaru menunjukkan saat ini ada 374.000 pemegang visa pelajar di Australia, belum termasuk keluarga yang mendapatkan visa serupa.

Jumlah ini turun dari 580.000 orang sebelum pandemi COVID-19, di mana pada Maret tahun lalu, jumlahnya masih tercatat 495.000 orang.

“Biro Statistik Australia minggu lalu menyatakan kondisi ini merugikan perekonomian itu sebesar AU$9 miliar,” kata Phil.

“Terjadi penurunan pendapatan AU$40 miliar setahun pada 2019 menjadi hanya AU$30 miliar, yang mencakup uang sekolah, biaya akomodasi, hiburan, dan belanja lainnya yang dikeluarkan anak-anak muda ini dalam perekonomian kita,” jelasnya.

Menanggapi usulan ini, Menteri Pendidikan Australia, Alan Tudge menyatakan pemerintah akan mempertimbangkan semua masukan dari universitas.

“Tapi karantinanya harus menggunakan tempat tidur di luar yang sudah ada dan harus disetujui oleh pejabat tertinggi bidang medis,” katanya.

Menteri Alan menambahkan pendaftaran mahasiswa internasional di universitas hanya turun lima persen dan mahasiswa yang ada saat ini belajar secara online dari luar negeri.

Universitas perlu beradaptasi

November tahun lalu, 63 mahasiswa asing tiba di Darwin dengan penerbangan sewaan dan menghabiskan waktu dua minggu di fasilitas karantina Howard Springs sebelum diizinkan kuliah.

Namun model ini ternyata tidak diadopsi secara luas di kota lainnya.

Menurut Phil Australia tertinggal jauh di belakang negara-negara lain dalam persaingan pasar pendidikan internasional, yang merupakan ekspor terbesar keempat.

“Kanada dan Inggris, dua pesaing terbesar kita, telah membuka perbatasan mereka selama satu tahun penuh dan menerima mahasiswa internasional untuk kuliah muka di kampus,” katanya.

“Selandia Baru sekarang menerima 1.000 mahasiswa internasional yang kembali. Kami hanya mendatangkan beberapa orang ke Darwin tahun lalu,” ucap Phil.

“Kami telah menghancurkan industri yang butuh waktu puluhan tahun untuk dibangun,” katanya.

Pemerintah lebih memprioritaskan pemulangan 40.000 warga Australia yang berada di luar negeri dan menyerahkan kepada lembaga pendidikan untuk menyelesaikan masalah keuangan mereka.

Bulan lalu Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan universitas harus mengubah model bisnis mereka jika mereka terlalu bergantung pada mahasiswa asing.

Dalam pidatonya di University of Melbourne pekan lalu, Menteri Alan menegaskan kembali seruan agar kalangan universitas menjadi lebih tangguh.

“Selama lebih dari satu dekade, fokus pada peringkat internasional telah mendorong perguruan tinggi menggantungkan pendapatan dari mahasiswa asing untuk mendanai penelitian yang diperlukan untuk menaikkan peringkat,” katanya.

“Kita menginginkan dan membutuhkan mahasiswa internasional di Australia. Tapi COVID-19 memberi kita kesempatan untuk menilai kembali, untuk fokus pada tujuan utama universitas negeri, yaitu mendidik rakyat Australia dan menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat pada negara dan kemanusiaan,” tuturnya.

Ketegangan dengan China terus memanas

Scape CEO Anouk Darling stands on a staircase and looks at the camera.
Anouk Darling dari salah satu perusahaan pengelola akomodasi mahasiswa. (ABC News: Madeleine Morris)

Kelly kuliah di saat ketegangan antara China dan Australia terus memanas, sehingga mendorong pemerintah China mengeluarkan peringatan agar warganya berhati-hati karena dapat menjadi sasaran serangan rasis.

Sebuah survei terhadap 112 orang dan lembaga yang dilakukan Kamar Dagang China-Australia menemukan lebih dari setengah responden percaya bahwa sikap China terhadap sektor pendidikan Australia telah memburuk selama pandemi.

Kesemua permasalahan ini merupakan ancaman jangka panjang bagi sektor pendidikan Australia.

Menurut Kelly, dia sendiri telah mengalami ejekan selama pandemi, termasuk dari orang yang pura-pura batuk dan bersin ke arahnya.

Namun Kelly mengatakan dia tetap akan merekomendasikan calon mahasiswa China untuk datang kuliah ke Australia.

Phil yakin hubungan panjang kedua negara akan terbukti lebih kuat daripada ketegangan saat ini.

“Hubungan antar warga dan hubungan antar lembaga Australia dan China sangat kuat,” katanya.

“Sudah banyak mahasiswa China dan banyak negara Asia lainnya yang datang ke sini. Hubungan antar warga akan bertahan tanpa adanya arahan dari pemerintah mana pun,” kata Phil.

Sumber: detik.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *