Pringsewu| Dalam tradisi masyarakat Indonesia, istilah menghitung hari identik dengan peringatan usai kematian, seperti nelung dina (3 hari), mitung dina (7 hari), matang puluh (40 hari), hingga nyatus dina (100 hari).
Belakangan di era modern, tradisi ini turut merambah ke dunia politik, khususnya dalam menilai performa 100 hari pertama pemimpin baru, seperti presiden, gubernur, hingga wali kota dan bupati.
Di Kabupaten Pringsewu, tepat pada 20 Februari 2025 lalu, pasangan Riyanto Pamungkas dan Umi Laika resmi dilantik sebagai Bupat dan Wakil Bupati Pringsewu periode 2025–2030. Kini, masa 100 hari kerja mereka sudah terlewati tepat pada 30 Mei 2025.
Alih-alih menunjukkan gebrakan, masyarakat justru menilai bahwa janji kampanye yang digembar-gemborkan salah satunya seperti pembangunan infrastruktur, belum juga terealisasi.
Ironisnya, belum ada satu pun ruas jalan yang diperbaiki secara signifikan dalam tiga bulan terakhir. Jalan rusak masih mengancam keselamatan pengguna, bahkan sudah menelan korban jiwa.
Dalihnya, perumusan anggaran efisiensi belum rampung.Kondisi penerangan jalan juga setali tiga uang, memprihatinkan. Bahkan di ruas protokol seperti Jalan Ahmad Yani, gelap gulita masih menjadi pemandangan sehari-hari.
Sementara masyarakat hingga saat iniasih menanti langkah nyata, pejabat Kabupaten Pringsewu justru tampak sibuk dengan agenda dinas luar (DL). Harapan publik agar Bumi Sai Wawai berubah ke arah yang lebih baik, masih terhenti sebatas narasi manis. Kini, masyarakat hanya bisa bertanya—benarkah perubahan akan datang? Atau sekadar tertinggal dalam balutan janji?Semoga bukan hanya 100 hari mengabdi, tapi juga 100 alasan untuk membuktikan janji. (*)