Ramanews|Metro – Pemutaran film yang mengusung tema kebudayaan etnis Lampung bertajuk “Angken Muwaghi” dalam rangkaian acara peringatan hari jadi ke-86 Kota Metro menuai berbagai respons. Mulai dari apresiasi stakeholder hingga rasa kecewa sang produser, mewarnai sepanjang 40 menit durasi penayangannya.
Wali Kota Metro, Wahdi Siradjuddin mengapresiasi film yang memiliki tema senada dengan visi-misi Kota Metro dalam mewujudkan kota berpendidikan, sehat, sejahtera dan berbudaya. Informasi mengenai tradisi adat Lampung yang disisipkan dalam film Angken Muwaghi, diharapkannya dapat membuat masyarakat lebih mengenal kebudayaan lokal, serta memahami urgensi pelestarian adat dalam kehidupan sehari-hari.
Lampung sebagai salah satu daerah yang multi etnis di Indonesia, lanjut Wahdi, hal itu sudah selayaknya dijembatani oleh satu tradisi yang memang bertujuan menyatukan perbedaan budaya. Tradisi seangkenan, disebutnya sebagai solusi dari leluhur dalam menjaga keutuhan masyarakat multikultural.
“Saya kira Metro sangat tepat sekali untuk budaya, itu sangat tepat sekali dan lengkap. Jadi akulturasi budaya, bukan distorsi budaya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati budayanya. Orang yang memahami tentang nilai-nilai budaya, menunjukan bahwa dia punya jati diri,” kata Wahdi, Senin, (12/06/2023).
Senada dengan Wahdi, Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kota Metro, Hadri Abunawar mengapresiasi visualisasi budaya Lampung dalam film angken muwaghi. Menurutnya, literasi semacam itu butuh support dan perhatian lebih, mengingat nilai-nilai kebudayaan local wisdom Lampung yang kian hari dirasa semakin luntur, tergerus perkembangan era modern.
“Ya perlu. Literasi itu diperlukan untuk penyampai komunikasi. Jadi, perfilman ini salah satu bentuk literasi dalam komunikasi, menyampaikan pesan kepada masyarakat lewat visual. Sangat bagus sekali dan harus didukung,” jelas Hadri.
Diketahui, film yang mengusung aspek budaya adat Lampung itu, menceritakan kisah dua pemuda bernama Kevin Lojaya, anak dari seorang pemilik toko elektronik keturunan Tionghoa dan Ragah Natamenggala, yang merupakan putera dari Nizar Natamenggala, anggota DPRD sekaligus tokoh masyarakat yang menjalani ritual angkat saudara, atau angken muwaghi setelah melewati berbagai hal yang mereka alami, meski keduanya berasal dari latarbelakang kebudayaan yang berbeda.
Sayangnya, pemutaran film yang bertujuan menyelamatkan kebudayaan Lampung di tengah kemajuan zaman itu dirasa tidak didukung penuh oleh sebagian kalangan, dalam hal ini adalah Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Metro.
Produser Film Angken Muwaghi, Arif Surakhman menyebut bahwa secara teknis, film itu digarap maksimal dengan melibatkan kru yang profesional. Tapi sayang, lanjutnya, Disporapar dia nilai tidak mendukung kegiatan pemutaran film dengan baik. Sebab, tayangan yang seharusnya diputar di layar standar berukuran minimal 10×2.5 meter, justru hanya ditampilkan di layar LED berukuran 70 inchi.
“Saya amat menyayangkan mangkirnya Kadis Pariwisata yang notabene merupakan ketua dari Metro City Hub dalam pengadaan sarana pemutaran film ini. Sehingga film yang selayaknya diputar menggunakan layar standar berukuran minimal 10 x 2.5 meter terpaksa ditayangkan dengan layar LED berukuran 70 inchi. Jadi, penonton yang telah digalang oleh Dinas Pendidikan tidak dapat menikmati film dengan baik,” cetus Arif.
“Ya semestinya Dinas Pariwisata mendukung program pelestarian dan sosialisasi budaya yang telah diperjuangkan oleh Wali Kota. Karena, sia-sia jika gagasan kepala daerah tidak dapat dieksekusi secara maksimal, hanya karena mangkirnya Kepala OPD dari tugas yang diberikan, apalagi tugas itu hanya sekadar pengadaan layar dan alat penayangan yang memang sudah ada di Dinas Pariwisata,” timpalnya.
Upaya merawat kebudayaan disebut Arif, hanya dapat ditempuh melalui proses gradasi indoktrinasi bermuatan kaidah yang selaras dengan instrumen falsafah negara atau norma lokal alias adat. Gradasi indoktrinasi akan memperoleh efektifitas, jika pesan tersebut disampaikan melalui media yang dapat menampilkan pesan secara utuh melalui audio visual, dalam format penyampaian pesan berbentuk film.
Arif berharap dedikasi yang disalurkan lewat karyanya itu, dapat diserap sebagai sebuah potensi dan dimanfaatkan sebaik-baiknya guna mempublikasikan informasi atau isu, untuk kepentingan dalam menciptakan masyarakat yang terhegemoni.
“Saya harap film angken muwaghi kedepannya akan menjadi tolak ukur di Kota Metro untuk mempublish budaya maupun isu keseharian dalam bentuk film. Sebagai puncak publikasi tertinggi, film yang berkualitas merupakan sarana dalam menginformasikan isu secara utuh, maka saya kira ini perlu didukung dengan serius,” tegasnya.
Dia juga mengucapkan terima kasih atas dukungan pihak-pihak yang telah membantu menyukseskan produksi film, dalam hal ini Ketua Dekranasda Kota Metro, Silfia Naharani.
“Saya berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat membantu produksi film ini, khususnya Ketua Dekranasda yang berperan memperjuangkan perfilman untuk menjadi salah satu sektor yang menjadi perhatian dalam Metro City Hub,” tandasnya.(*)[KikiAnggi]