Oleh : Kiki Anggi
~
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan arogansi sebagai sikap sombong yang dilakukan seseorang dengan kecenderungan ingin menampilkan kekuasaannya terhadap sesuatu. Manusiawi memang, sebab hal itu berjarak cukup dekat dengan sifat dasar manusia yang sering terjebak dalam ketidakpuasan atas capaiannya, dan para penguasa adalah golongan yang berpotensi mengidap salah satu penyakit hati ini.
Sikap arogan yang cenderung berdekatan dengan syahwat kekuasaan itu, menyebabkan orang-orang yang bersifat demikian mengira kekuasaannya adalah yang paling tinggi, meski nyatanya di atas langit masih ada langit. Sehingga kesombongannya itu hanya membuat dia tampil bak pemilik kumis tipis kemerahan, yang mengaku brewokan. Miris.
Sebagai contoh, kejadian yang kabarnya sempat beredar di media massa tentang perilaku gubernur sombong yang pernah menantang seorang pejabat Kementerian RI beberapa waktu lalu. Saat itu, video oknum pemerintah daerah yang diunggah netizen itu menuai berbagai komentar pedas, bahkan ada yang mencapnya arogan dan anti kritik.
Pernah, pengalaman penulis yang secara langsung mengalami percobaan pemerasan dari oknum aparat penegak hukum sekitar 5 tahun silam. Ada juga tindakan intervensi yang dilakukan dengan nada bicara tinggi hingga berujung hujatan dan ancaman, yang dilakukan oleh salah seorang pamong warga, itu baru terjadi pada dua pekan yang lalu. Serta, pergaulan penulis sebagai jurnalis yang sering kali membuat penulis bertemu oknum-oknum “sok Yes, awak No” dari berbagai bidang profesi, pun organisasi.
Disebabkan rasa muak dengan menjamurnya perilaku oknum-oknum arogan yang belakangan ini acap kali penulis temui baik secara langsung, pun melalui informasi dari sejumlah platform jejaring sosial seperti tertuang di atas tadi, akhirnya melatarbelakangi tulisan ini dibuat.
Seorang sastrawan asal Inggris, Bulwer Lytton pernah menuliskan seuntai kalimat yang cukup membumi, “The pen is mightier than the sword” yang artinya pena lebih tajam daripada pedang. Kalimatnya itu dapat diartikan bahwa tulisan bisa memberikan pengaruh kuat, bahkan menimbulkan dampak atau kerusakan parah ketimbang besutan mata pedang.
Melalui artikel ini juga penulis berharap, setidaknya akan menjadi serum penawar bagi kaum kroco yang mengidap penyakit kesombongan akut alias arogan, atau boleh jadi sebagai sarana untuk berkaca diri, sekadar mengingatkannya bahwa di puncak arogansi tertinggi itu ada sosok kesatria piningit yang penulis sebut sebagai Pemimpin Tangan Besi.
Di lain sisi, para ahli memiliki pendapat berbeda-beda mengenai istilah tangan besi. Sebagian tokoh menggolongkannya sama dengan otoriter, diktator, tirani dan autokrat. Lainnya beranggapan bahwa tangan besi itu tidak sama dengan gaya kepemimpinan tersebut. Ada yang pro, ada juga yang kontra.
Akhir-akhir ini di Indonesia, Sekretaris Jenderal Kongres Advokat Indonesia (KAI), Aprillia Supaliyanto menyebut bahwa karakteristik pemimpin tangan besi itu berbeda dengan gaya kepemimpinan otoriter, apalagi diktator. Penulis beranggapan hal yang senada dengannya.
Penulis mendefinisikan pemimpin bertangan besi sebagai pejabat tinggi yang berani, tegas dan keras dalam menegakkan aturan. Cenderung kejam karena keputusannya tidak bisa diganggu gugat karena bersifat sadis atau bernuansa kekerasan fisik dan mental. Tidak menjadikan kepentingan-kepentingan golongan tertentu sebagai bahan pertimbangan, sehingga masalah tidak berlarut-larut atau berpotensi menjadi benang kusut di tubuh pemerintahan.
Dalam sistem pemerintahan yang dipimpin oleh Si Tangan Besi, tidak akan ada orang lain yang mampu mempertahankan sikap dan sifat arogan saat harus berhadapan dengannya.
Suatu negara atau wilayah yang dipimpin Si Tangan Besi, otomatis akan berada di bawah kendalinya seribu persen. Pemerintahan yang seperti itu lah yang penulis maksud sebagai sebuah birokrasi yang gila alias “Birocrazy”, di mana daerah itu akan menjadi utopia bagi penggila kedisiplinan, ketaatan dan ketertiban yang sesungguhnya.
Jika diminta untuk menyebutkan contohnya, penulis berpendapat bahwa di era modern seperti saat ini, sosok Kim Jong Un adalah tokoh ideal yang nyaris sempurna memerankan karakter Si Tangan Besi.
Kegilaan-kegilaan yang dilakukan Kim Jong Un dalam negara yang ia pimpin sungguh menakjubkan, sebab hal itu nyaris tidak pernah ditemukan di Bumi Pertiwi. Misalnya, dalam penegakan hukum yang tegas dan kejam serta tidak kenal kompromi kepada koruptor. Itu merupakan tindakan yang sangat dinantikan sejumlah besar masyarakat +62. Masyarakat yang mana? Yang merasa jijik dengan eks tahanan tipikor, namun dengan arogan dan tebal muka masih merasa layak untuk tampil kembali atau mencalonkan diri sebagai bagian di dalam panggung birokrasi. Menjijikkan!
Selain urusan korupsi, bisa dipastikan tangan besi Kim Jong Un bakal membumihanguskan, menghantam topeng-topeng arogan dari wajah oknum masyarakat dan para jajarannya, jika dia hadir memimpin di bumi Nusantara.
Segala polemik berkepanjangan yang disebabkan konflik agama dan ideologi tidak akan berlarut-larut, soal mirasantika yang bertahun-tahun meracuni generasi tentu juga akan sirna sampai ke akar-akarnya, pelaku pemerkosaan dan pengidap pedofilia bakal terima ganjaran sepadan, dan dunia musik, perfilman serta sosial media akan dikontrol ketat agar pembodohan yang masuk melalui celah panggung hiburan itu tidak mengontaminasi bibit-bibit generasi masa depan.
Pada akhirnya di bawah sistem birocrazy Si Tangan Besi, akan tumbuh subur masyarakat yang terhegemoni. Secara otomatis juga mereka akan menyepakati nilai-nilai ideologis si penguasa dikarenakan rasa takut atas kekejaman yang bersembunyi di balik penegakan aturan.
Seorang filsuf Yunani kuno, Aristoteles pernah berkata “There is no genius without a crazy mind” yang berarti tidak ada seorang yang jenius tanpa sebuah pemikiran yang gila.
Oleh sebab itu penulis beranggapan bahwa untuk merubah keadaan secara signifikan, maka dibutuhkan gebrakan dari orang-orang yang gila, termasuk dalam hal memberantas sifat arogan di tengah masyarakat, bahkan menyasar oknum-oknum pejabat kelas kepalang tanggung. Sekalian saja berikan kekuasaan tertinggi itu kepada Kim Jong Un, agar bisa menyapu bersih bermacam rupa kroco arogan sampai ke akar-akarnya. Gila bukan?