Ramanews|Metro – Seorang siswi kelas II di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 3 Kota Metro tengah berada dalam dilema, angannya mengejar cita-cita kini terhambat oleh penyakit yang diderita.
Chyntia Amelia Maharani namanya. Gadis belia berparas cantik tersebut telah menginjak usia 17 tahun. Saat ini, kondisinya kian memburuk, diakibatkan penyakitnya yang diketahui setelah divonis oleh dokter, sebagai jenis kanker tulang (osteosarcoma).
Malam ke malam, hingga berganti bulan, gadis yang akrab disapa Chyntia itu hanya dapat terbaring di atas tempat tidur, melewati hari demi hari dengan perasaan yang hancur, memimpikan kesembuhan yang tak mampu digapai, terhimpit perekonomian keluarga yang serba pas-pasan.
Chyntia tinggal dengan ibunya, Nana (45), yang harus menjadi tulang punggung keluarga, pasca berpisah dengan ayah Chyntia. Mereka tinggal di lingkungan Sekolah Dasar Negeri 2, Dusun Menur I, RT/RW 019/005, Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.
Kepada Ramanews.tv, Nana mengisahkan awal mula puteri nya sakit, hingga pada akhirnya terpaksa menunda jenjang pendidikannya dikarenakan kondisi yang semakin tidak memungkinkan untuk bersekolah.
“Sakit dari tahun 2019, pernah berobat ke Palembang pada tahun 2020 dan sempat sembuh setelahnya. Tapi, setelah melakukan pemeriksaan ulang ke dokter, baru diketahui ia mengidap penyakit kanker tulang,” ungkap Nana dengan pandangan kosong ke arah daun pintu yang menganga, Rabu, (10/08/2022).
“Sampai tahun 2022 ini, lutut kanan semakin bengkak dan sulit beraktivitas. Tidur normal pun sulit, karena luka di lututnya terus-menerus mengeluarkan cairan dibarengi nyeri di kaki,” sambungnya.
Nana juga menceritakan bahwa semestinya, Chyntiya sekarang sudah kelas III SMK. Namun, di tahun 2021 ia sudah tidak memungkinkan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah.
“Jenjang pendidikan Chyntiya terhambat karena ia sakit,” katanya dengan mata berkaca-kaca, seperti menahan kesedihan.
Dia mengungkapkan, terakhir anaknya mengikuti kegiatan sekolah itu, pada saat study tour ke Yogyakarta, yang digelar sekolahnya di awal tahun 2019.
”Kondisinya waktu itu baik-baik saja, hingga Chyntiya bilang, kalau ada benjolan sebesar ujung ibu jari di bagian dengkul,” ungkapnya.
Malang tak dapat ditolak, untung tak bisa diraih, di tengah keterbatasan ekonomi, pihak keluarga telah mengupayakan untuk pengobatan Chyntiya. Pernah mengajukan bantuan ke pejabat desa setempat dengan segala proses administratif yang rumit, namun, hasilnya sia-sia.
Kini, Nana hanya bisa berdo’a dan berusaha sebisanya, agar ada jalan keluar demi kesembuhan Chyntiya.
“Saya harap ada mukjizat, untuk kesembuhan Chyntiya,” pungkasnya lirih.(*)