Ramanews|Metro – Fluktuasi harga kedelai impor yang semakin tinggi, menjadi suatu hambatan usaha yang cukup lama dirasakan sejumlah pengusaha tempe, dalam menyediakan bahan baku produksinya sejak beberapa bulan terakhir.
Dari hasil penelusuran Ramanews.tv menjumpai sejumlah pelaku jenis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tersebut, didapati informasi yang cukup menyayat hati. Pasalnya, kenaikan harga kedelai itu berimbas pada penurunan omzet pun skala produktivitasnya, sehingga memengaruhi perekonomian keluarga guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Salah seorang pelaku UMKM pembuat tempe yang merupakan warga Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Metro Selatan, Edi Waluyo (37) mengungkapkan dampak kenaikan harga kedelai terhadap usaha yang telah digelutinya selama 7 tahun tersebut.
“Sebelumnya, penjualan kami cukup baik, penggunaan kedelai bisa sampai 50 kilogram perhari. Namun sudah beberapa bulan ini, kami hanya bisa produksi tempe dari 25 kilogram kedelai saja perharinya. Harga kedelainya saja sudah Rp.490 ribu per 1 sak (50 kilogram), belum lagi ditambah beberapa bahan lainnya,” ungkap Edi saat ditemui di kediamannya, Rabu, (08/12/2021).
Selain itu, Edi mengaku mengalami penurunan omzet penjualan tempe. Yang mana sebelumnya dia bisa meraup laba lebih dari Rp.150.000 perhari, kini dia hanya mampu menghasilkan keuntungan rerata bekisar Rp.100.000 perharinya.
Hal itu dibenarkan oleh isterinya, Susi Indrasari (33) yang harus ikut serta membantu proses pembuatan tempe, karena ketidakmampuan mereka untuk mempekerjakan karyawan.
“Benar. Omzet kami menurun drastis, saat ini kami tidak sanggup menggaji karyawan,” ujar Susi.
Sementara untuk ketersediaan kedelai impor di Metro, Edi biasa membeli di salah satu gudang sembako di wilayah Kelurahan Iringmulyo, Metro Timur atau bisa juga didapatkan di toko-toko sembako di area Pasar Kopindo Kota Metro dengan selisih harga bekisar Rp.5 ribu per 25 kilogram.(*)[Anggi]